Monday, March 1, 2010

Menjadi Widyaiswara

Mungkin banyak dari teman teman yang bertanya, Widyaiswara itu apaan sih? Okay okay, let me explain...
Kalau yang mengajar disekolah disebut Guru, yang mengajar di Universitas disebut Dosen, maka yang mengajar pada diklat (pendidikan dan pelatihan) bagi pegawai negeri sipil disebut Widyaiswara. Tapi gak semua lho yang mengajar diklat otomatis disebut Widyaiswara yah, sebab banyak juga pejabat strutural yang kompeten dan yang „hobby“ mengajar di diklat diklat... Tapi pada dasarnya semua yang disebut diatas adalah „guru...“ Tidak setuju? Write your comment please;)
Awalnya, menurut rumor dan percakapan dikantin gedung sebelah, Widyaiswara adalah jabatan spesial bagi pejabat yang sudah bosan dengan jabatannya alias sudah mau pensiun, gitu katanya. Tapi itu dulu, ketika Internet, apalagi Facebook dan tweeter belum ada. Jadi dijaman zebot itu, Widyaiswara (yang konon mantan pejabat pejabat itu) ‘dianggap’ punya pengetahuan dan pengalaman yang buaaaanyak untuk dibagi bagikan di kelas diklat. Maka seringlah muncul cerita pengalaman pengalaman jabatan di berbagai tempat, dan ketika akan menyampaikan isi substansinya, bel keburu berdering… Kan sudah kukatakan,Itu dulu! Itu sudah kuno kata para Widyaiswara jaman sekarang.
Begini rumusan sebenarnya: Widyaiswara adalah jabatan fungsional yang diperoleh lewat ‘perjuangan’ yang serius (bagi yang serius:-), diusulkan oleh instansinya, mengikuti TOT calon Widyaiswara selama 5 minggu, ditest kemampuan mengajarnya, direkomendasi, diangkat kalau lulus dan direkomendasi oleh LAN, ribet juga ya? Oo… please say no. Masih ada yang lebih lagi, dan yang paling ribet adalah ngumpulin kredit untuk menyesuaikan golongan dan kepangkatan Widyaiswara, dan selanjutnya “m e n g a j a r”.
Ada 4 jenjang kepangkatan fungsional Widyaiswara: Widyaiswara Pertama (IIIa-IIIb), Widyaiswara Muda (IIIc-IIId), Widyaiswara Madya (Iva-IVc), dan Widyaiswara Utama (IVd-IVe). Untuk naik ke setiap jenjang berikutnya, harus dibuktikan dengan “prestasi” angka kredit yang kita kumpulin dari hasil kegiatan utama dan penunjang. Kegiatan utama Widyaiswara diantaranya adalah mengikuti pendidikan dan diklat, pengembangan diklat (seperti mengajar diklat diklat PNS, Analisa Kebutuhan Diklat, Penyusunan Bahan Diklat, bimbingan dan konsultasi diklat), dan pengembangan profesi (membuat karya tulis ilmiah, menulis modul, menerjemah, membuat peraturan/panduan kediklatan, dan melakukan orasi ilmiah). Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang adalah peran serta dalam seminar/lokakarya, menjadi anggotaorganisasi profesi, membimbing widyaiswara dan perolehan piagam kehormatan/tanda jasa (PERMENPAN 14/2009).
The most ‘ribet’ thing sebenarnya adalah “m e n g a j a r” (baca dengan logat Batak ya;). Dalam bahasa TUPOKSInya (sesuai dengan PERMENPAN 14/2010): DIKJARTIH: mengajar, mendidik, melatih. Mengajar diklat diklat PNS itu sangat menantang, (bagi yang menganggapnya so, seperti diriku), dan very very very demanding. Pertama, peserta diklat PNS umumnya datang dengan berbagai latar belakang pendidikan, pengalaman, motivasi dan motiv, dan kepribadian... Dampaknya? Persiapan sebelum mengajar harus benar benar digodok matang dengan berbagai strategi (yang ini akan kita bahas dengan topik yang berbeda ya;). Bayangkan kalau anda adalah Widyaiswara dengan latar belakang S1 ataupun S2 mengajar diklat yang pesertanya ada S2, bahkan S3, bahkan juga ada yang ES nya sudah meleleh... Ini hanya salah satu contoh nyata, dan ini masih dari segi pendidikan formal, masih banyak kelebihan kelebihan lain yang mungkin sudah dimiliki oleh peserta diklat, tapi kebetulan kita harus berada di kelasnya. What should you do? That’s the challenges! Gak siap? Mudah2an SIAP grak ya… Karena umumnya PNS PNS yang mengikuti diklat adalah PNS PNS yang ramah, sopan, baik hati, dan tidak sombong, sudah itu rajin pula ‘mengangguk angguk’ dikelas:-) Tapi kalau nggak demikian? What should you do? Nah… please write your suggestion yah… If you don’t meet their need, perasaan kita aja gak enak, apalagi perasaan mereka. But you also can also say: who cares about their feelings?
Bagian yang paling menarik adalah, ketika selesai mengajar, kita temukan wajah wajah yang menggangguk sopan dengan senyum sumringah mewakili kata terima kasih, jabatan tangan yang erat dengan pandangan mata yang bersahabat, maka bertambahlah sahabat kita. Dan sahabat sahabat ini berasal dari seluruh Indonesia. Biasanya, selama proses pembelajaran dikelaspun kita bukan hanya memberi ilmu, tapi juga beroleh ilmu yang tak terkira dari peserta diklat kita. Nah disini lah makna “sharing & caring” terwujud, ketika memberi (ilmu) dan menerima sudah tidak ada batasnya, ketika mengajar dan belajar sudah menjadi tanggung jawab bersama dikelas! Maka jadilah kita a happy Widyaiswara…
Menjadi Widyaiswara tidaklah mudah, tapi bisa kita permudah dengan kemauan yang sungguh sungguh. Ada 4 kompetensi yang harus benar benar dikuasai oleh seorang Widyaiswara:1)Pengelolaan Pembelajaran; 2) Kepribadian; 3) Sosial dan 4) Substantif. Mari belajar menjadi Widyaiswara yang kompeten dan mampu menginspirasi PNS PNS yang mengikuti dikat, seperti yang dikatakan oleh William Arthur ward,
“The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires”.

Sunday, February 21, 2010

The Story of my best friend called coffee

Kopi adalah teman sejatiku. Tanpanya, hari hariku akan berasa lesu tak beragirah, otakku serasa lumpuh tak mampu berfikir, dan perasaanku hampa tak berwarna... Hahaha, ini benar adanya.
Begini kisah awalnya. Tammat SD Negeri 1 Balige, kota kecil tak jauh dari Begia tahun 1979, aku mendapat ‘scholarship’ untuk melanjutkan pendidikan SMP di Tarutung, yang di dunia Internasional dikenal dengan Toronto... Yang mensponsori beasiswaku ini adalah Namboruku (saudara perempuan bapakku), istri dari seorang pendeta, Ephorus gereja HKBP, DS. GHM. Siahaan. Nah,tugas utamaku setiap pagi adalah menyediakan satu gelas besar kopi panas buat Amangboru (Paman), diletakkan dimeja kecil persis didekat pintu kamar beliau. Jadi, setiap beliau bangun, itu kopi sudah menunggu dengan setia. Nah, disinilah awal perkenalanku dengan kopi. Awalnya Cuma cicip cicip, lama lama, hanya kira kira 2 minggu setelahnya, aku sudah hafal jumlah kopi, gula dan air yang dibutuhkan untuk membuatnya enak! Dan yang paling penting, dari proses cicip memcicip ini muncullah ide kreatif, ‘masak’cuma si Amangboru yang minum kopi pagi pagi, akupun perlu jugalah... Maka kubuatkanlah juga segelas untukku, tentu saja Namboru gak boleh tahu...
Kebiasaan ini berlanjut hingga ke SMA. masih dalam program scholarship si Namboru. Namun ketika aku kuliah, ternyata segelas kopi setiap pagi saja tidak cukup, perlu malam hari juga. Pasalnya, aku harus belajar keras hingga larut malam, dan yang bisa mengganjal mata ini untuk tidak menutup diri, ya kopi tadi, yang lama lama makin kental dan makin enak dan makin banyak, 2 gelas tiap malam. Kalau menjelang ujian bisa 3 gelaslah itu...
Belajar keras, kedengarangnya mantabz sekali ya... Tapi sebenarnya, setelah kuliah satu satu semester di Sastra Inggris USU dengan hasil IP yang pas pasan, aku malu pada teman2ku yang sudah cas cis cus, katanya dari SD sudah kursus di LIA lah, di Cambridgelah dll, smentara aku hanya bermodalkan “Yes No dan I love you”. Aku malu ketika ditanyain dosen, bukan hanya bagaimana jawabannya yang membuatku bingung, pertanyaannyapun aku gak ngerti, alamak!
Begitulah ceritanya sehingga sampai hari ini, hubunganku dengan kopi sudah tak terpisahkan oleh siapappun, kecuali oleh si maut... Hubungan ini sudah berlangsung selama 31 tahun.Pernah kucoba untuk berhenti meminumnya, berhenti membelinya, berhenti memikirkannya, dan ternyata dunia ikut berhenti! Oh no, kata lidahku ke pikiranku, mari kita lanjutkan... Maka, 3 gelas kopi (gelas besar, yang kecil tidak maasuk hitungan) merupakan jadwal pertemuan yang indah setiap pagi, siang dan menjelang tidur malamku. Thanks cofee, you’ve made my life colourful!

Thursday, February 18, 2010

A New Beginning...

It's never too late for everything... That line makes me keep on trying and going. Now here I am, trying to put down words that have occupied my minds so wildly... There are so many things to say, there are so many thoughts to put into words, but I still need time to choose the right alphabets:-) Anyway, I will write some, soon... I promise (to myself).